Tuesday, July 31, 2007

Cairns.. oh... Cairns (2): Kampus Hijau JCU


Reporter: Angel-Puji

Tak terasa seminggu sudah kami meluangkan waktu di Cairns, kota turis di North Queensland. Kesempatan untuk mengeksplorasi tiap keindahan n kemegahan Cairns memang terbatas. Tapi di hari pertama bulan Juli ini, hari Minggu yang seharusnya jadi hari penting buat kami, apalagi untuk melepaskan lelah, justru short quiz (namanya doang..padahal # soalnya sampe 24, mostly essay questions) membuat qta agak stress. Habis itu ada kuliah 1 session n thank God selesai before lunch. After lunch, kita ke rumah mbak Intan, liat mas Dicky n adiknya yang very cute, then we chatted ampe nggak terasa udah sore.. abis seru sih ceritanya. Then, kita ke city, nyari sleeping bag,... eeh, ketemu counter yang menawarkan various souvenir unik n lucu-lucu. Quick sight-seeing at Esplanade, then went back to CSL, lapaarrr...



© PPIA-JCU

Cairns.. oh... Cairns (1): Jumpa rekan


Reporter: Puji dan Angel

Mengunjungi Cairns serasa tak lengkap jika tak sekaligus bersilaturahmi dengan keluarga Indonesia yang tinggal di Cairns, maka kami (aku dan Angel) berusaha meluangkan waktu berburu narasumber. Namun apa daya, baru pada hari ke-7, aku dan Angel berkesempatan bertemu muka dengan salah satu warga Cairns yaitu keluarga Mba Intan dan Mas Yulis.
Hari Minggu yang cerah dihabiskan keluarga kecil ini dengan bermain di taman kota yang terletak di jantung kota Cairns. Kamipun mampir ke rumah mungil mereka. Setelah 5 menit duduk, si lincah Dicky-pun memberondong dengan pertanyaan, “Tante kok gak punya anak kecil sih?”. Hua ha ha hiks hiks!! Duh Dicky, tanyakan jawabannya pada rumput yang begoyang ya…………….Obrolan pun berlanjut, Mas Yuris bertutur tentang kejadian kecelakan yang dialami bersama si kecil Dicky. Maaf, kami lupa memfoto kliping korannya.



Pendek kata, sungguh Tuhan Maha Baik masih melindungi Mas Yulis dan Dicky. Sampai saat ini Mas Yulis masih harus rajin rawat jalan tiap hari ke RS sedang si Dicky sudah kembali lincah!!
Tak terasa, hari sudah makin sore, kamipun beranjak pamit dan kami pun minta berfoto session. Si fotografer cilik, Dicky mengambil alih kamera dan membidik kami. Foto kedua diambil di dalam kamar karena si kecil Isa, yang kecapekan setelah naik long bus favoritnya, ketiduran. Setelah itu…………..au voir Mb Intan, Mas Yulis, Dicky dan adiknya!!!
Tidak mudah menemukan wujud nyata alias penampakan Stevan! Hampir dua minggu kami habiskan untuk mencarinya. Berbagai upaya juga dilakukan untuk menemuinya! Pendek kata, dua hari menjelang kepulangan kami ke kota tercinta Toadsville, kami memutuskan give up deh…….. Luckily, tidak dinyana tidak diduga, pada hari terakhir kami ke kampus, pada saat mata ngantuk dan badan lemah letih loyo karena begadang ngerjain assignments blockmode yang aduhai bejibun, kami bertemu Stevan!!! Saat melintasi lapangan hijau menuju library, ada sosok berbaju merah yang berlari menuju parking area, sesaat dia berhenti, dan langsung berkata, “Angel ya?” sebelumnya dia memang sudah berkontak ria dengan Angel. Basa-basi dilanjutkan, dia sempet tidak percaya kalo Angel orang asli Manado (mungkin lebih mirip orang Jepang hi hi). Dan voila, foto Stevan kita dapatkan…………so he’s no longer stranger! Anyway, good luck ya Stevan buat studinya! Ati-ati di Cairns! Kalo butuh refugia, pintu Townsville selalu terbuka untukmu.....


© PPIA-JCU

Jacaranda pun bersemi di Townsville

Mengawali musim semi (hmm sedikit panas di Townsville) Townsville dipercantik dan disejukkan dengan bermekarannya kembang-kembang Jacaranda (Dalbergia nigra) merah muda-ungu.. Di Indonesia bagian Timur, kembang ini dikenal dengan nama "Kayu Gamal". Beberapa rekan PPIA pun mengabadikannya diantaranya menghiasi blog mereka, kunjungi di http://floelko.multiply.com/photos/photo/12/3 atau juga disini: http://mithaerdiaty.multiply.com/photos/album/4

Menilik popularitasnya di kota-kota lain di Australia.. tercatat menjadi daya tarik tourism di beberapa tempat seperti di Brisbane (tepatnya di Kampus University of Queensland) dan Toowomba (yang juga terkenal dengan Toowoomba Flower Festival tiap tahun, usia Festival ini sudah puluhan tahun--kalo di Indonesia kota ini bak twins-nya Kota Bunga dan Taman Bunga Nusantara di Puncak). Festival legendaris yang merayakan kembang Jacaranda ini juga diadakan di Grafton.. tahun ini menandai Grafton's 73rd Jacaranda Festival.. yang menarik adalah pemilihan "Ratu Jacaranda" simak di http://www.jacarandafestival.org.au/



Nadine Mamangkey
menanti sang "JAKA"

© PPIA-JCU

Monday, July 30, 2007

Farida si penjinak polong

Kali ini Farida Damayanti yang membawakan MSc confirmation seminar. Tak kalah dengan ahli tumbuhan lain, dia membeberkan tentang keunikan yang dimiliki salah satu anggota polong-polongan Vigna vexillata. Ternyata jenis polong-polongan ini banyak manfaatnya selain mengandung protein yang tinggi (secara lengkap lihat tabel). Tak heran jenis ini juga menjadi bahan makanan di beberapa tempat di Indonesia dan juga Australia. Lokasi penelitian diambil dari kedua negara ini. Farida akan menjejak lebih jauh bagaimana mereka di cross-breed; liar vs yang dibudidayakan, bibit dari Bali (Indonesia) vs Australia. Goodluck, Farida!

NutrientValue per 100 g
Proximates
Energy178kJ
Moisture68.9g
Nitrogen0.37g
Protein2.3g
Fat1.0g
Ash1.8g
Available Carbohydrate0.0g
Total Dietary Fibre12.8g
Minerals
Calcium56mg
Copper0.100mg
Iron10.0mg
Magnesium107mg
Potassium565mg
Sodium10mg
Zinc1.7mg
Vitamins
Niacin derived from Tryptophan or Protein0.4mg
Niacin Equivalents0.4mg
source: http://www.foodstandards.gov.au/

© PPIA-JCU

Sunday, July 22, 2007

Pentas di Riverway Festival 2007, Thuringowa

Setelah pementasan tahun lalu Tim Kesenian PPIA yang dikomandani Johanna Kodoatie mementaskan cerita Jaka Tarub, tahun ini merekapun tak ketinggalan unjuk kebolehan dengan menampilkan Tari Yapong. Kareografer pentas kali ini adalah Annie Daryani dan tim penari terdiri dari Annie, Icha, Angel dan Thessy. Pementasanpun tak kalah hangatnya dibandingkan kelompok tari lainnya. Antusias penonton tergambar lewat tepukan tangan yang meriah setelah selesai pertunjukkan. Di bagian depan barisan penonton, terlihat Presiden dan beberapa anggota kabinetnya yang tak mau kalah dalam memberikan semangat bagi warganya.

Photos at multiply (click for more)

© PPIA-JCU

Monday, July 16, 2007

Sherriff Park

Tempatnya terdengar menyeramkan bila get together diadakan pada zaman Wild West dulu, karena pasti takkan jauh dari yang namanya penjara dan kekerasan karena biasanya jail berada di dalam kantor sang Sheriff. Namun Sherriff Park, Ross River-Townsville agaknya terlalu jauh dari kesan seram (kecuali malam kali' ya?). Sabtu, 14 Juli lalu PPIA-JCU memrakarsai pertemuan rutin dengan warga Indonesia yang berada di Townsville dan sekitarnya. Namun, warga yang datang malah ada yang berasal dari Ingham (107 kms North of Townsville) dan bahkan warga negara tetangga, Malaysia.

Pertemuan ini bukan sekedar rutinitas belaka karena di dalamnya ada keceriaan plus tangis yang tertahan. Ceria karena warga Townsville-Thurringowa kedatangan beberapa warga baru, di sana ada Puji dan Zen (yang gak sempat berkenalan pada pertemuan sebelumnya, Tony dari Universitas Nusa Cendana Kupang, Vivi sang dokter yang baru bertugas di Townsville Hospital, saudaranya pak Erwin, dan sepasang kekasih baru yang tinggal di Ingham. Tak lama, keceriaan berubah karena ada kata perpisahan dari beberapa teman yang selesai studi; di sana ada Pak Jack, Keluarga Aryadi dan Keluarga Pieter Lepong. Selamat jalan guys!

http://ppiajcu.multiply.com/(klik for more....)

© PPIA-JCU

Sunday, July 15, 2007

Mas Pram dan Burungnya…

Setelah lebih dari tiga tahun merantau di Cairns, North Queensland Australia, dan menjalani field research termasuk me-nongkrongi atap bangunan (juga candi Prambanan?) mas Pramana Yuda (tergantung bacanya gaya Sunda, Jawa, ato Bali) akhirnya kelar melaksanakan exit seminarnya tentang Ecology and conservation of the Java sparrow (Padda oryzivora) hari Selasa, 10 Juli 2007 yang lalu. Saya dan Dian dengan semangatnya datang ke room DA 009 - 001 di kampus Townsville... dan menemukan bahwa yang datang ternyata cuman kita berdua, plus mantan supervisornya mbak Miki (Prof Ross Crozier). Ya wis, bertiga ya bertiga menikmati teleconference dari Cairns di Townsville (yang di ruang conference Cairns sih ramai).

Presentasi mas Pram tentang sang burung Gelatik Jawa (yang rajin ‘sembahyang Maghrib’ hehe...) sangat menarik, terutama dari sudut pandang conservationist kayak saya. Dan saya harus akui, saya salut dengan powerpoint mas Pram yang bersih, enak dibaca (hurufnya besar, dan tidak menuh-menuhin layar) dan renyah isinya. Plus, kata Madam President Dian Latifah, mas Pram pake baju batik kebangsaannya.



Segala genetik, saya ga usah bahas ya. Ora dhong detile. Tapi yang jelas penelitiannya mas Pram menemukan bahwa sang burung gelatik jawa yang nama latinnya Padda oryzivora ini ternyata berasal dari satu dua kawasan yang berdekatan di Prambanan dan sekitarnya, dan pada masa inter-glacial terakhir menyebar ke tempat-tempat lain, walaupun masih di Jawa saja (Bali ada ya? Lupa saya... ga ada pptnya sih...). Status konservasi sekarang vulnerable, dan terancam bisa ‘upgrade’ ke endangered kayaknya, kalo perburuan demi menyenangkan hati para pecinta sangkar dan burung dalam sangkar tetap berlanjut seperti sekarang (On that note, saya sempat menyanggah mas Pram bahwa strateginya sebaiknya adalah mendidik para pecinta burung sangkar itu, bukannya memasukkan gelatik jawa dari Kalimantan – yang kayaknya migrasi ke sana karena dibawa orang...).


In any case, excellent presentation. Detilnya minta mas Pram, sebelum beliau balik ke Indonesia dan kehilangan akses broadband extra cepat... hiks! Dan belajar dari mas Pram cara buat presentasi yang enak dipandang mata, dan tidak nyumpek2in pemirsa karena kebanyakan huruf. By the way, saya senang dengan referensi perangko-perangko dari segala penjuru dunia yang menggambarkan gelatik jawa (buset, ngetop juga tuh burung!) dan juga tentang Jepang, bahwa orang Jepang ternyata mengadopsi sang gelatik jawa dalam lukisan-lukisan mereka. Aduh, lutuna....lutuna... (baca: Lucunya).

.. dan tepat pada tanggal peluncuran catatan Putu Liza ini.. Mas Pram beserta keluarga terbang bersama burung baja "Java Sparrow" kembali ke tanah air tercinta.. di email terakhir Mas Pram sebelum berangkat dari Cairns.. Mas Pram missed much many Javanese-local foods..

Pic 1: Java Sparrow, dari sini

Pic 2: Mas Pram seminar, dari Dian Latifah

Pic 3: ukiyo-e (Japanese painting), oleh Ryuu Shimazazi ("Java Sparrow"), 1912 dari sini


© PPIA-JCU

Thursday, July 12, 2007

Dia datang tak bicara tentang bencana yang akan datang karena dia bukan seorang paranormal, namun dia berbicara akibat dari bencana. Indonesia yang rentan akan bencana mengakibatkan ketakseimbangan ekologis bisa terjadi di berbagai tempat. Contoh sederhana namun kasat mata adalah: bertumbangnya pepohonan akibat bencana! Efek ekologisnya jelas; mulai dari kehilangan habitat bagi sebagian organisme penghuninya sampai pada bencana susulan seperti erosi dan banjir. Pertanyaannya: seberapa cepatkah ekosistem yang rusak itu bisa recover? Bagaimana struktur populasinya? Sejauh manakah bencana itu mempengaruhi sebaran bibit? Pertanyaan-pertanyaan ini sebaiknya diarahkan kepada seorang Dian Latifah. Dengan mengambil studi kasus areal terjangan Cyclone Larry di tahun 2006 pada sebaran beberapa jenis palem, Dian Latifahpun menghipnotis penguji dan pengunjung dalam PhD Confirmation seminar yang dilaksanakan tanggal 20 Juni lalu. Topiknya adalah: Population structure and regeneration of palms (Arecaceae) in response to cyclone disturbances North Queensland, Australia. Diapun menyatakan bahwa struktur populasi yang ditelitinya malah bukan saja karena cyclone, namun akan dikembangkan dengan meneliti faktor lain yang mendukungnya seperti peran burung Kasuari (Cassowary, genus Casuarius) dalam sebaran benih.

Good luck Ibu presiden!


© PPIA-JCU

Saturday, July 07, 2007

Adalah langkah yang bijaksana bila ada yang bermasalah dengan reproduksi datang berkonsultasi kepada seorang Jacob Uktolseja. Reproduksi yang dimaksud adalah reproduksi ikan. Jumat, 6 Juli 2007 Jacob berhasil menempuh PhD exit seminar dengan keyakinan yang luar biasa. Topik yang ditelitipun tak kalah luar-biasanya:
Effect of nutrition on the reproduction of male Barramundi (
Lates calcarifer, Bloch),
yang intinya mencari formula yang tepat untuk meningkatkan reproduksi dari pejantan Barramundi.

© PPIA-JCU

Sunday, July 01, 2007

Global Warming, comments by Al Gore

Talking about global warming, let's spend just a bit time to digest what Al Gore, as a politician, stated:

Our home — Earth — is in danger. What is at risk of being destroyed is not the planet itself, but the conditions that have made it hospitable for human beings.

Without realizing the consequences of our actions, we have begun to put so much carbon dioxide into the thin shell of air surrounding our world that we have literally changed the heat balance between Earth and the Sun. If we don’t stop doing this pretty quickly, the average temperature will increase to levels humans have never known and put an end to the favorable climate balance on which our civilization depends.

In the last 150 years, in an accelerating frenzy, we have been removing increasing quantities of carbon from the ground — mainly in the form of coal and oil — and burning it in ways that dump 70 million tons of CO2 every 24 hours into the Earth’s atmosphere.

The concentrations of CO2 — having never risen above 300 parts per million for at least a million years — have been driven from 280 parts per million at the beginning of the coal boom to 383 parts per million this year.

As a direct result, many scientists are now warning that we are moving closer to several “tipping points” that could — within 10 years — make it impossible for us to avoid irretrievable damage to the planet’s habitability for human civilization.

Just in the last few months, new studies have shown that the north polar ice cap — which helps the planet cool itself — is melting nearly three times faster than the most pessimistic computer models predicted. Unless we take action, summer ice could be completely gone in as little as 35 years. Similarly, at the other end of the planet, near the South Pole, scientists have found new evidence of snow melting in West Antarctica across an area as large as California.

This is not a political issue. This is a moral issue, one that affects the survival of human civilization. It is not a question of left versus right; it is a question of right versus wrong. Put simply, it is wrong to destroy the habitability of our planet and ruin the prospects of every generation that follows ours. more...

Source: The New York Times, July 1st 2007 edition


© PPIA-JCU